Minggu, 25 Oktober 2015
On 07.24 by Unknown No comments
Digital cinema atau
kita bisa mengartikannya sebagai film yang berformat digital merupakan
teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak,
pendistribusiannya bisa melalui perangkat keras berupa piringan optik seperti
DVD (Digital Versatile/Video Disc) ataupun melalui satelit.
Dolby Digital merupakan
teknologi untuk menghasilkan suara surround digital. Teknologi ini biasanya
digunakan dalam pemrosesan dan pembentukkan data audio untuk film-film di
bioskop atau film-film pada media kepingan seperti DVD. Dolby Digital
dikembangkan oleh Dolby Laboratories.
Dolby menunjukan solusi bioskop digital terbaru untuk audio, jaringan 3D dan masih banyak lagi. Dolby memberikan kemudahan dari sebelumnya dengan para peserta pameran untuk transisi ke bioskop digital dengan lengkap dan handal solusinya. Ini termasuk bioskop digital server, perangkat lunak, dan 3D solusi, serta terbaru dalam pemrosesan audio, CP750 Digital Cinema Processor.
DOLBY
CP750
Komitmen dolby untuk
menyederhanakan sinema digital yang mana memberikan fasilitas yang mudah dan
ekonomis. Dirancang untuk bekerja dengan lingkungan sinema digital yang baru
serta konten alternatif, dan server sinema digital. Prosesor menggunakan
interface dan setup kuat / software remote, dan dapat memutar ulang audio
digital PCM. Dengan membiarkan teater jaringan pusat operasi untuk mengelola
sistem, unit dapat dimonitor, dikontrol, dan upgrade dari satu lokasi terpusat
melalui Internet. CP750 bisa memproses pendengaran dan mengurangi gangguan
penglihatan trek yang kadang terganggu.
Dolby 3D Digital Cinema
- Berkualitas tinggi yang
fleksibel-solusi 3D, yang mendukung baik 2D dan 3D pemutaran tanpa perlu
sebuah auditorium 3D khusus atau layar perak khusus.
- Menyediakan serta memberikan
pengalaman menonton yang luar biasa untuk 2D dan konten 3D.
- Menggunakan teknologi penyaringan
warna yang unik untuk reproduksi warna realistis dan kristal gambar jelas.
- Fitur Dolby 3D yang dapat dipakai ulang ratusan kali, menyediakan model keuangan yang menarik serta solusi ramah lingkungan.
Dolby Digital Cinema
Server
- Termasuk Store Show Dolby (DSS100)
dan Player Show Dolby (DSP100).
- Built-in Screen Management System
(SMS) software Built-in Screen Management System (SMS) perangkat lunak.
- DSS100 menampung hingga sekitar
delapan film saat ini rata-rata ukuran file.
- DSP100 sandi data film, decode
gambar dan suara, dan output data citra reencrypted ke proyektor sinema
digital.
Dolby Tampilkan
Perpustakaan
- Memungkinkan peserta untuk memuat
konten digital dari server pusat melalui Ethernet, USB 2.0, satelit, DVD,
atau drive removable hard.
- Membagi-bagikan file elektronik dan
secara otomatis ke jaringan sistem Dolby Digital Cinema seluruh multipleks.
- Memungkinkan operator teater untuk
dengan mudah memprogram jadwal seluruh film, termasuk iklan pada layar,
dengan menggunakan drag-and-drop Dolby software manager menampilkan
antarmuka manager dan perangkat lunak.
TENTANG LABORATORIUM
DOLBY
Didirikan pada tahun
1965 dan paling terkenal untuk kualitas audio yang tinggi dan surround sound,
Dolby menciptakan inovasi yang memperkaya hiburan di film, di rumah, atau di
mana saja. Awalnya disebut Dolby Stereo Digital sampai tahun 1994. Kecuali
untuk Dolby TrueHD, kompresi audio lossy. Penggunaan pertama dari Dolby Digital
untuk memberikan suara digital di bioskop dari cetakan film 35mm. Sekarang juga
digunakan untuk aplikasi lain seperti siaran TV, DVD, Blu-ray dan konsol game. Penampilan
kinerja Dolby 3D yg dipakai pada film ‘Journey to The Center of The Earth – 3D’
di gedung bioskop Plaza Senayan XXI
sangatlah menyakinkan. Gambar 3D yang stabil, detil, jernih dan tidak membuat
sakit kepala atau pusing. Ngga’ ada salahnya kali ini kita mengupas cara kerja
Dolby 3D.
Sebelum lanjut membahas cara kerja Dolby 3D ada baiknya meninjau perkembangan beberapa teknik menampilkan film 3D di gedung bioskop.
Anaglyph
Teknik yg paling awal
dan sederhana ini cukup sukses diawal-awal zaman keemasan film 3D. Hanya dengan
kaca mata merah-sian (biru muda), sudah dapat memfilter gambar kiri dan kanan
pada layar putih di gedung bioskop. Teknik ini juga tidak memerlukan projektor
khusus, cukup hanya satu projektor film (celuloid) ataupun Digital
Cinema sudah bisa memainkan film 3D. Hal ini dimungkinkan karena
materi film lah yg berformat anaglyph. Disamping kemudahannya,
memang ada kekurangannya yaitu warna film menjadi terdistorsi khususnya pada
gambar disparity yaitu gambar rangkap 2 yg terpisah krn adanya
beda paralax akan berwarna merah dan cyan berdampingan. Warna yang
timpang tersebut membuat penonton tidak cukup nyaman untuk menonton film
panjang, dimana mata kiri selalu melihat dengan kaca mata filter merah dan
kanan dengan kaca mata sian. Oleh sebab itu, pada film spt ‘Spykid 3D’
ada jeda adegan non-3D kurang lebih setalah 15menit pertunjukkan 3D agar, mata
penonton bisa istirahat.
Polarisazed (polarisasi)
Teknik ini muncul di
awal tahun 50an, dengan prisip bahwa sinar bisa diatur rambatannya dengan sudut
kutub tertentu. Sehingga dua gambar stereoskopis bisa difilter dengan kutub yang
berbeda. Umumnya mata kiri dengan kutub 0 derajat dan kanan 90 derajat (ada
juga yg -45 dan 45). Gambar kiri dan kanan bertumpang tindih pada layar akan
disaring dengan sempurna sesuai sudut kutub pada kacamata yang dikenakan
penonton. Teknik polarisasi ini membuat penonton merasa nyaman karena film
disajikan dalam tata warna penuh. Adegan-adegan film 3D menjadi lebih nyata.
Hanya saja teknik ini merepotkan atau memerlukan biaya tambahan bagi pihak
bioskop. Teknik mengharuskan memakai dua projetor kembar (baik yg Digital Cinema ataupun
analog -film celuloid) dan layarnya harus khusus pula, yaitu silver
screen. Ini dimaksud agar sinar terpolarisasi tersebut sampai sempurna ke
kacamata penonton. Repotnya lagi, setelah bioskop dibuat untuk 3D selanjutnya tidak
cocok lagi untuk memutar film biasa (2D), karena layar perak tadi menjadi tidak
nyaman. Biasanya teknik polarisasi ini sering dipakai pada gedung bioskop yg
hanya khusus memutar film 3D saja. Film-film dokumenter atau hiburan
pendek seperti bisa anda saksikan Bioskop 4D di Ancol atau The Jungle (Bogor).
Tentu teknik ini akan menambah biaya yang besar pada gedung bioskop biasa untuk
film-film panjang. Apalagi film 2D masih lebih dominan daripada 3D. Sehingga
investasi di bioskop film biasa menjadi mubazir.
Liquid Crystal Display
(LCD) Shutter
Teknik ini lebih cocok
hanya untuk Digital Cinema. Dan tidak perlu layar perak atau dua
projector selama pemutaran film 3D. Hal ini memungkinkan karena gambar kiri dan
kanan ditampilkan tidak secara bersamaan seperti teknik polarisasi diatas,
melainkan bergantian sangat cepat 144 frame/detik. Agar mata kiri hanya
menangkap gambar informasi kiri, diperlukan kacamata LCD shutter yg
akan berkedip bergantian untk memblokir mata kanan dan kiri bergantian sehingga
serempak dengan tampilan gambar kiri-kanan di layar bioskop. Hasilnya cukup
menyakinkan, film 3D mampu tampil dengan warna penuh seperti halnya teknik
polarisasi. Hambatan dari teknik ini adalah biaya kacamata yg menjadi mahal dan
memerlukan rangkain elektronik yang aktif (memerlukan battery, kabel sycn atau
freq radio) pada setiap kacamata yg dipakai penonton. Dan kekurangan lainnya yang
sering terjadi, teknik ini tidak handal untuk gedung bioskop dengan kapasitas
lebih dari 200 orang. Selain biaya mahal juga tidak bisa menjamin semua kaca
mata tidak kehabisan battery atau kedipannya tidak sinkron dengan tampilan
gambar di layar. Yang jelas kaca mata LCD tidak seringan dan semurah anaglyph atau
polarisasi di atas.
Teknik Terkini
Ada 3 metode yang
menjanjikan untuk dipakai pada film-film 3D terkini dan akan datang,
yaitu XpanD, RealD dan Dolby 3D.
Teknik yang terkini tersebut bersaing untuk dipakai secara umum pada film
cerita 3D. Semuanya berusaha mengambil keuntungan ke tiga teknik terdahulu di
atas dan juga berusaha menghilangkan kekurangan-kekurangannya. Memang ketiga
metode 3D terkini sangat diuntungkan dengan perkembangan perbioskopan ke
arah Digital Cinema. Nontonlah sebuah film dari Digital
Cinema pada minggu terakhir film tersebut diputar, kita tidak akan
menemukan penurunan mutu warna atau garis-garis goresan karena film telah
diputar puluhan kali di gedung bioskop. Misalkan, satu hari sebuah judul film
umumnya diputar 5 kali pertujukan, bila film box-office akan bertahan dibioskop
21 hari, maka pada film celuloid akan kena lampu dan projector’s
sprocket sebanyak 100-an lebih. Biasanya film celuloid mulai kelihat
garis-garis goresan ketika diputar untuk ke 30 kalinya. Hal ini tidak akan
ditemukan pada Digital Cinema.
Untuk artikel ini hanya
membahas Dolby 3D. Selain itu, RealD ternyata masih
memakai circulary polarization glasses artiya masih perlu
layar khusus dan Xpand tetap menghandalkan Active
Glasses. Oleh karena itu banyak gedung biokop di dunia ‘senang’ memilih
teknik Dolby 3D pada gedung bioskop yg sudah ada. Dolby 3D tidak memerlukan
layar perak seperti halnya teknik polarisasi. Layar putih yg terdapat pada
umumnya pada gedung biokop masih tetap terpakai. Untungnya lagi, cukup
memerlukan satu Digital Cinema Projector saja, tentu yang
telah dimodifikasi sedikit. Selanjutnya projektor hasil modifikasi masih bisa
terpakai lagi untuk film 2D biasa. Tidak perlu kaca mata aktif, jadi tetap
kacamata pasif mirip kacamata anaglyph atau polarisasi yang
tidak ada battery atau rangkaian elektronik pada kacamata. Alhasil kacamata
Dolby 3D tetap ringan.
CARA KERJA DOLBY 3D
Dolby 3D memakai teknik ‘wavelenght triplet‘ yang asalnya dikembangkan oleh perusahaan Infitec dari Jerman. Di dalam projector Digital Cinema, umumnya memakai DLP dengan tiga warna primer, yaitu merah-hijau-biru atau sering disingkat dengan RGB (Red, Green, Blue). Dengan Dolby 3D, ketiga panjang gelombang (pada masing-masing warna dasar) dibagi lagi menjadi dua. Sehingga terdapat warna merah utama dan merah dengan panjang gelombang sedikit bergeser di bawah merah yg utama. Begitu juga dengan yang biru dan hijau memiliki ‘kembarannya’ dengan panjang gelombang sedikit dibawah. (lihat gambar)
pembagian panjang gelombang cahaya pada RGB
Nah, warna RGB yang
utama akan menampilkan gambar-kanan sedangkan RGB yang sedikit dibawah panjang
gelombang RGB utama akan menampilkan gambar kiri. Selanjutnya setelah
diproyeksi ke layar putih yang pada umumnya di gedung-gedung bioskop,
penonton akan memakai kacamata khusus. Dimana filter ini kacamata yg kiri
sesuai dengan panjang gelombangnya.
Karena Dobly 3D memakai
satu projektor saja, maka frame gambar kiri dan kanan ditampil bergantian.
Jangan kuatir akan terlihat kedipan selama menonton film 3D, karena pergantian
frame (frame rate) sangat cepat yaitu 144 frame/detik atau masing gambar kiri
atau kanan mendapat 72 frame/detik (bandingkan dengan projector celuloid – 24
frame/detik). Dan urutan gambar kiri dan kanan yang sangat tinggi itu
hanya terjadi di sisi projector saja, tidak pada kacamata penonton. Ingat,
kacamata penonton tetap bersifat pasif.
Agar saat gambar kiri
menghasilkan panjang gelombang yang sedikit begeser, maka projector memerlukan
modifikasi kecil dengan menambahkan filter berbentuk cakram. Cakram ini
berputar persis di depan lampu projektor sebelum ‘image device’- DLP. Cakram
terdiri dari dua filter warna yang akan mempengaruhi panjang gelombang cahaya
putih dari lampu projector. Rotasi filter cakram akan diselaraskan dengan
tampilan gambar kiri-kanan yg bergantian di DLP.
Dengan teknik Dolby 3D,
pemilik bioskop (yang sudah ber-Digital Cinema, tentunya), tidak perlu mengubah
layar atau menambah projector hanya sekedar untuk memutar film 3D saja. Bila
ingin memutar kembali film 2D, cukup melepas atau menggeser (secara elektronik)
filter carkram tersebut dari lampu projektor.
Jika kita amati cara
kerja dolby 3D:
– mirip gabungan antara
teknik anaglyph (yang memanfaatkan spetrum warna) dan
teknik LCD shutter (yang ingin memanfaatkan satu projector
saja). Namun berbeda dengan anaglyph, disparity image yaitu
gambar rangkap 2 yg terpisah karena adanya beda paralax akan berwarna merah dan
cyan berdampingan, sehingga dengan anaglyph membuat warna film selama
pertunjukan 3D menjadi terdistorsi. Hal ini tidak terjadi di Dolby 3D, karena masing-masing
mata tetap mendapatkan spektrum warna yang utuh & lengkap.
– proses pengiriman
gambar stereoskopis ke penonton terjadi pada proses akhir presentasi film,
yaitu di projektor gedung bioskop. Artinya, film/gambar 3D yang memuat
informasi stereoskopik (kiri & kanan) apasaja dapat ditampil dengan Dolby
3D. Ini juga meringankan si pembuat film 3D yang tidak perlu memikirkan teknik
akhir penyajian tiga dimensi pada penonton.
Kaca mata Dolby 3D
Kaca mata Dolby 3D
Kacamata ini memang
tidak sesederhana bila dibandingkan dengan kacamata anaglyph ataupun
kacamata polarisasi. Dilapisi dengan beberapa lapisan (coating) dengan
teknik yang sangat presisi dan agar tidak terjadi bocor dan memfilter sesuai
panjang gelombang cahaya yang diproduksi oleh projektor. Bila dilihat
sepintas, coating-nya mirip lensa kamera (emas keperakan), dan
tidak segelap pada kacamata hitam (sun glasses).
Kacamata pasif dan
bening
Kita amati ketika
memakai kacamata dolby 3D, cobalah memejamkan mata kanan maka mata kiri akan
melihat gambar (kiri) yang sedikit lebih pucat dan berwarna dingin. Sebaliknya
bila kita memejamkan mata kiri, maka gambar kanan lebih terlihat saturated dan
berwarna lebih hangat. Namum perbedaan tersebut sangat halus. Boleh dikatakan
hampir tidak terasa pada beberapa orang. Tapi hasil penyaringan kacamata sangat
mengagumkan. Ketika saya menonton ‘Journey to The Center of The Earth–
3D baik pada adegan gelap dalam gua atau cerah-kontras pada adegan siang
hari, tidak pernah saya jumpai ghosting image bahkan saat gambar
memiliki area yang gelap dan terang sangat mencolok sekalipun. Juga pada saat
lampu ruangan bioskop dinyalakan pada akhir film (ending credit title –
biasanya penonton sudah berjalan menuju pintu keluar), kacamata ini masih bisa
memfilter dengan baik dan sensasi 3D tetap tampil sempurna dan stabil tanpa
bayangan bocor antara gambar kiri dan kanan, tulisan nama-nama aktor, aktris
dan crew film masih tampil melayang mendekati penonton. ..hmm hal yang sulit
dicapai pada sistem anaglyph.
Memang Kacamata Dolby
3D lebih mahal (harganya sekitar $ 40) dari pada kaca mata anaglyph ataupun polarized(sekitar
$1 hingga $5) tetapi tidak semahal LCD shutter glasses (lebih
dari $ 100), karena kaca mata Dolby 3D tetap pasif alias tidak ada rangkaian
elektroniknya. Namun masih mahal untuk diberikan secara cuma-cuma kepada
penonton usai pertunjukan. Makanya gedung biokop dan kacamata dilengkapi sensor
anti-curi (he he he), alarm di pintu akan berbunyi bila kacamata dibawa keluar
dari ruang theater bahkan untuk ke WC sekalipun.
Kacamata dilengkapi anti-curi dengan bingkai plastik
dan filter kaca.
Bila Dolby 3D menjadi
umum dikemudian hari, diharapkan kacamata ini dapat dibeli bebas. Penonton bisa
memiliki dan membawa sendiri kacamatanya ke gedung bioskop bila ingin menonton
film 3D. Ya, seperti kita membawa kacamata renang sendiri bila mau berenang ke
kolam renang, bukan.
Dolby Digital merupakan
teknologi untuk menghasilkan suara surround digital. Teknologi ini biasanya
digunakan dalam pemrosesan dan pembentukkan data audio untuk film-film di
bioskop atau film-film pada media kepingan seperti DVD. Dolby menunjukan solusi bioskop digital
terbaru untuk audio, jaringan 3D dan masih banyak lagi. Dolby memberikan
kemudahan dari sebelumnya dengan para peserta pameran untuk transisi ke bioskop
digital dengan lengkap dan handal solusinya. Sebelumya banyak sekali
teknik-teknik atau cara gedung-gedung bioskop film 3D yaitu anaglyph, polarisazed, liquid crystal display
(LCD) shutter, dan teknik terkini (XpanD, RealD dan Dolby
3D). Kenikmatan akan film 3D
tersebut memang membawa sensasi yang sangat menakjubkan, karena seolah-olah
kita berada masuk dalam film tersebut menyaksikan secara langsung dialog dan
ketika film tersebut memiliki genre action membawa kita ke tempat luar biasa.
Coba deh tonton film yang 3D keren banget….
Referensi :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai konfigurasi proxy server di Ubuntu 12.04. Proxy server adalah sebuah komputer server ...
-
Assalamu'alaikum teman-teman semua.. Bagaimana kabar kalian semua? Semoga dalam keadaan sehat wal afiat yaa. Sudah lama saya tid...
-
Yuk.. Mengenal Keanekaragaman Budaya Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia ...
-
World Wide Web (WWW) yang sering juga kita sebut dengan website, merupakan fasilitas di Internet yang paling banyak dipakai, hampir 80...
-
Kali ini saya akan mencoba membahas mengenai sistem konfigurasi home theater menurut para expert. Yang dimaksud di sini adalah cara ...
-
Game-game untuk Android saat ini bertebaran hingga sulit menghitung jumlahnya. Tidak hanya di Play Store, developer-developer Android b...
-
3D MAX A. Pengertian 3D Studio Max atau biasa dikenal dengan 3D Max adalah suatu software (perangkat lunak) untuk membuat ...
-
Sejak Unity 3D merilis versi 4.3, banyak sekali penambahan fitur pada rilisnya, salah satunya fitur 2D. Jika sebelumnya kebanyakan gam...
-
Pada kesempatan kali ini saya akan membuat tutorial mengenai web server local yang dapat terhubung ke jaringan Internet. Sebelum menuju k...
-
Review Game "SONIC GENERATIONS" Dari judulnya saja siapa yang tidak kenal dengan game ini. Sonic memang sudah menjadi game...
Recent Posts
Sample Text
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar